Konsumsi masyarakat ketika memasuki bulan suci Ramadan biasanya melonjak lebih tinggi dibanding bulan-bulan lainnya. Tingginya permintaan dari pasar membuat banyak perusahaan berlomba-lomba mempromosikan produk masing-masing melalui berbagai cara.
Salah satu cara mempromosikan produk yakni melalui tayangan iklan televisi. Televisi menjadi idola bukan hanya karena jangkauannya yang luas, namun juga karena saat bulan puasa dan menjelang Lebaran banyak orang yang menonton televisi.
Menurut Country Director Facebook Indonesia, Sri Widowati, meski banyak orang menonton televisi saat bulan suci Ramadan dan Lebaran, 95 persen dari mereka melihat konten di media lain. “Dua dari tiga orang yang menonton televisi, mereka juga memainkan mobile phone. Hingga 95 persen dari mereka melihat konten lain,” kata Widowati.
Facebook punya tool lebih lengkap
Perilaku masyarakat yang gemar menggunakan perangkat mobile, baik saat bulan puasa maupun bulan-bulan lainnya, pada akhirnya membuka peluang bisnis baru. Misalnya beriklan di media sosial seperti Facebook.
Saat ini Facebook mengklaim telah memiliki 93 juta pengguna di Indonesia. Sebanyak 89 juta pengguna di antaranya mengakses situs milik Mark Zuckerberg ini melalui perangkat mobile.
Selain memiliki banyak pengguna yang mengakses lewat perangkat mobile, Widowati menjelaskan pihak Facebook memberikan pilihan target bagi perusahaan yang ingin beriklan sehingga bisa lebih spesifik dan efisien. Nantinya, materi iklan akan ditayangkan di lini masa milik para pengguna yang termasuk dalam target tersebut.
“Dan ini yang membuat platform kita menarik. Kita menargetkan orang. Kalau di televisi, (target) ibu-ibu usia 25-35 tahun, semuanya kena. Kalau di Facebook, kita bisa bilang (target) di perumahan ini atau di lingkungan seperti ini,” paparnya.
Satu iklan juga bisa disesuaikan dengan daerah setempat agar relevansinya lebih tinggi. Sebagai contoh, sebuah materi iklan bisa menggunakan bahasa Sunda jika ditayangkan di daerah Bandung. “Itu bisa kita lakukan karena kita menargetkan berdasarkan orang. Ini salah satu kelebihan platform kita, ada algoritme yang membantu melakukan penargetan tersebut,” ucap Widowati.
Televisi masih penting
Facebook mengklaim pihak yang memasang iklan di platformnya bisa memasang target lebih terukur ketimbang beriklan di media lain. Namun keunggulan ini tak serta-merta membuat beberapa perusahaan meninggalkan media lain dan beriklan sepenuhnya melalui media digital.
Seperti NutriSari misalnya. Merek minuman sari buah milik Nutrifood Indonesia ini masih menghabiskan belanja iklan terbesarnya di media televisi. Meski begitu, NutriSari mulai mengombinasikan belanja iklannya dengan memasang iklan di media digital seperti Facebook.
“Tahun lalu pertama kali beriklan di Facebook dan televisi saat Ramadan. Efeknya, ada kenaikan penjualan di masa Ramadan. Besar atau kecil (angka penjualan) itu relatif. Tapi kita merasa happy dengan result yang kita dapatkan,” kata Head of Marketing NutriSari, Susana, saat dikonfirmasi Tech in Asia Indonesia.
Tak hanya NutriSari, PT Mayora Indah Tbk sebagai perusahaan yang menangani puluhan merek makanan juga mulai melirik iklan di platform digital. Namun, mereka tak sepenuhnya meninggalkan media televisi.
Lewat iklan Makan Langsung vs Makan Dingin, Mayora mempromosikan wafer Beng Beng yang ditujukan untuk kalangan remaja dengan menggelar kompetisi dubsmash. Kompetisi ini mengajak konsumen melakukan lip sync guna menirukan adegan dari iklan tersebut.
Video lip sync itu pun tersebar melalui media sosial seperti Facebook, Twitter, dan YouTube. Hal itu tentu berdampak pada conversation rate Beng-Beng di kalangan netizen. Semua hanya dilakukan berkat bantuan user generated content.
Kombinasi televisi dan digital
Susana menjelaskan pihaknya tak hanya melihat metrik sosial ketika beriklan di Facebook. Pihaknya juga memperhatikan metrik bisnis, dan menurutnya jangkauan frekuensi yang diharapkan pihaknya bisa tercapai. “Jangkauan frekuensinya mencapai ke sejumlah orang yang memang kita harapkan. Message yang kita sampaikan bisa diterima user Facebook,” jelasnya.
“Kalau secara total, (belanja iklan) masih lebih besar di televisi. Kita enggak bisa meninggalkan televisi sama sekali, tapi kita juga melihat harus masuk ke platform digital, terutama di Facebook mobile,” sambungnya.
Mengapa NutriSari belum bisa meninggalkan media televisi, menurut Susana hal itu disebabkan hingga saat ini masih banyak orang yang menonton televisi. Namun pihaknya menyadari efektivitas orang menonton tayangan televisi sudah berkurang.
“Karena orang nonton TV sambil main perangkat mobile. Pas lagi pergi, mereka enggak nonton TV tapi scroll on mobile. Kombinasi keduanya, TV dan platform digital, paling efektif,” paparnya.
(Diedit oleh Iqbal Kurniawan)
Komentar
Posting Komentar